TARI NGELIMBANG
Desa Air Madu yang hanya berjarak kurang lebih 40 Km dari Kota Manggar Kabupaten
Belitung
Timur menyimpan banyak kandungan Mineral, butiran biji timah, dan batu
besi.Penduduk asli desa ini sebagian besar berkebun berbagai jenis
tanaman Lada, Nanas,Umbi-umbian,Karet,Tanaman Rempah-rempah dan
lain-lain.
Disamping berladang, menanam padi ditanah tanpa air seperti halnya
sawah.Dengan dibukanya kembali lahan-lahan Kuasa Penambangan (KP) milik
PT.Timah,Tbk dan Tambang Inkonvensional (TI) serta Tambang Konvensional
(TK) baik yang dilakukan penduduk asli Desa Air Madu maupun pendatang
suku jawa mengakibatkan penduduk setempat beralih aktivitas sebagai
pemilik dan pekerja tambang timah setiap harinya, meskipun ada juga yang
bekerja dipenambangan batu besi dan perkebunan kelapa sawit.
Namun bagi kebanyakan ibu-ibu Desa Air Madu saat sekarang lebih
mengutamakan pekerjaan ngelimbang timah setiap paginya dibanding
mengurus kebun lada mereka , karena harga jual masih rendah bila
dibandingkan dengan harga perkilogram biji timah. Biasanya pagi hari
Ibu-ibu ini sudah dilokasi penambangan, ini mereka lakukan untuk
menambah penghasilan serta kebutuhan hidup sehari-hari.
Seperti yang dilakukan Hamita salah seorang ibu rumahtangga bersama
suaminya ngelimbang timah dengan peralatan wajan (kuali) serta ember
plastik, mereka sudah mendapatkan 2 sampai 3 kilogram biji timah perhari
cuma perlu waktu beberapa jam tanpa harus susah payah beli mesin maupun
minyak solar.
Dengan hanya bermodalkan fisik mereka siap memburu biji timah
diantara gemeruh air dan pasir . jika harga timah berkisar antara Rp
74000 – Rp 84000 tergantung OC (ukuran kualitas biji timah ) berapa
rupiah yang mereka peroleh setiap harinya dibandingkan mereka berkebun .
Lihat saja rumah-rumah penduduk desa air madu sekarang hampir semua
kontruksinya pakai beton dan ubin-ubin keramik , tidak seperti dulu Cuma
pakai kayu berdinding kulit kayu atapnyapun menggunakan daun sagu atau
pohon nangak , belum lagi kendaraan mereka banyak yang sudah punya mobil
serta hampir tiap-tiap rumah memiliki lebih darisatu kendaraan
bermotor.
Mereka ngelimbang tidak hanya disatu lokasi bekas areal penambangan
,tetapi juga dibanyak kolong-kolong yang telah ditinggalkan pemilik
tambang karena defositnya sudah menipis sedangkan biaya operasional
lebih tinggi akibatnya ditinggalkan begitu saja tanpa memperdulikan
kerusakan kawasan hutan.
Dalam pantauan wartawan Radar- Online disalah satu kawasan lokasi
Kampung Timah milik salah seorang aparat kepolisian sedang beroperasi
lima set mesin pompa buatan China dan satu peralatan berat Exavator yang
siap digunakan untuk pengerukan permukaan areal hutan sampai kedalaman
tertentu.
Menurut pekerja, dalam seminggu menghasilkan satu Ton biji timah itu
kalau minim atau paling sial, pekerja sendiri diberi upah setiap kg
hanya Rp7500,- dipotong uang makan Rp2500,- tinggal sisa Rp5000,- belum
termasuk rokok ,jika dilihat berdasarkan penetapan upah minimum
Kabupaten Kota diProvinsi Kepulauan
Bangka-Belitung
Tahun 2010 Zona II untuk pertambangan dan penggalian sebesar
Rp1.172.500,- pertanyaannya apakah sudah sesuai bagi pekerja tambang
tadi bila berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMR)? jawabnya tentu sudah
sesuai bahkan melebihi tergantung hasil biji timah yang diperoleh dalam
setiap harinya.
Dengan maraknya dibisnis sektor tambang mengakibatkan bahan bakar
solar terus diburu di Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Menurut
Staff Administrasi SPBU setiap hari 10 Ton solar dengan harga perliter
Rp4500,-,namun sekarang dalam seminggu khusus solar untuk dua hari
dikurangi menjadi 5 ton,ini berlaku disemua SPBU yang ada di Kabupaten
Belitung timur. Apakah cukup bagi pelaku tambang, pelaku bisnis alat
berat, kendaraan pribadi serta bagi suplay nelayan melaut ? oleh karena
Demand atau permintaan terus meningkat. Selamat berjuang kaum
ibu…(Junras)